Sengaja nulis postingan ini, dimulai dengan Bismillah untuk pengingat dan ingin berbagi cerita juga semangat kepada bumil-bumil muda yang lagi sering-seringnya searching tentang kehamilan. Zaman milenial, era mobilisasi yang seolah tiada batasnya, semakin memudahkan kita mencari berbagai informasi -apapun- yang kita inginkan di internet. Tentu ini menjadi poin plus karna kita semakin banyak menyerap informasi baru. Namun hal itu juga yang bisa menjadi pemicu terlalu banyak informasi yang ada sehingga kita bingung memilih mana yang harus kita gunakan untuk kasus atau kondisi yang sedang kita alami.
Ini berlaku juga untuk bumil alias ibu hamil muda (seperti aku hehe). Tepat setelah satu bulan menikah (menikah tanggal 22 Desember 2018), Allah titipkan "utun" di kehidupan rumah tangga kami yang baru mulai tumbuh. Senang, kaget dan rasa "masa sih?" alias tidak percaya akan dititipkan momongan secepat ini tentu ada di benakku. Tidak ada masalah memang, karena dari awal pernikahan aku dan suami sudah sepakat tidak akan menunda punya momongan, tapi masih kaget karna belum sempat honeymoon (bercanda ding hihi =D). Di awali dengan kondisi tubuh yang saat itu demam, menggigil, batuk yang lumayan mengganggu dan badan yang rasanya lina-linu, kami pergi ke dokter di satu klinik dekat rumah. Saat itu aku diperiksa, beliau tanya sedang hamil atau tidak dan sudah bisa ditebak, aku menjawab dengan PD "Tidak, Dok".
Setelah itu aku diresepkan obat untuk demam dan batukku yang lumayan mengganggu. Waktu itu seharusnya aku rehat, tapi apa daya kami harus menempuh perjalanan ke Jogja untuk mengambil barang-barangku (karna aku kuliah di sana, dan barang-barang aku titipkan dulu di rumah nenek di Klaten). Jadilah bermodal nekad kami berangkat dengan bus. Tentu keadaanku semakin menjadi, tengah malam menjelang subuh aku batuk sampai muntah beberapa hari ke depannya. Nafsu makan menurun, badan pegal linu semakin menjadi. Tidak terpikirkan sama sekali kalau ternyata itu adalah tanda-tanda aku sudah hamil.
Singkat cerita, bulan januari aku cek jadwal haidku (aku memang track pakai aplikasi), ternyata sudah lewat tanggalnya. Aku tipe orang yang hampir on time kalau masalah haid, telat paling lama 2 hari. Akhirnya aku iseng minta kak suami belikan test pack. Bangun tidur, ku tes dengan urin pertama dan pagi itu benar-benar membuatku "melek". Garisnya dua!! Maa syaa Allah, alhamdulillah. Langsung ku kabarkan ke kak suami, kami saling tatap dengan mata berkaca dan perasaan haru.
Tapiiii, amat sangat disayangkan. Saat itu memang kami belum banyak ilmu mengenai kehamilan. Ketika periksa ke dokter, beliau bilang kalau ibu hamil bukan orang sakit, jadi tidak ada pantangan apapun selama tidak ada keluhan. Hanya disuruh rajin minum vitamin dan asam folat. Berbekal hal itu juga, kami "bandel". Aku ngintilin suami yang waktu itu kuliah S2, yang jaraknya 28km dan mesti pulang-pergi. Aku tetap mau ikut suami dari Depok-Bekasi naik motor.
Mungkin sebenarnya si dedek sudah mengeluh ya di dalam sana, jadi dia mengirimkan sinyal berupa flek darah di bulan keduanya. Kami buru-buru kontrol ke dokter. Lagi-lagi dokter hanya memberi obat penguat dan petuah: "jangan capek-capek dulu, kalau bisa puasa (berhubungan, pent)".
((Baru ku tau bahwa jika terjadi pendarahan, si ibu harus bedrest minimal 3 hari)). Berbekal petuah dokter dan ilmu kami tentang kehamilan yang masih minim, setelah obat penguat habis aku tetap beraktivitas seperti biasa. Tetap ikut suami kuliah, berkutat dengan kemacetan, polusi dan lain-lain.
Pada akhirnya, ketika masuk usia kandungan 12 minggu..
Aku terbangun karna merasa kasur di bawahku basah. Sempat tersirat "masa aku ngompol sih?"
Cepat ku cek, tapi tidak berbau. Langsung buru-buru aku ke kamar mandi.
Qodarullah, mulai keluar darah dari jalan lahir itu...
To be continued...
Setelah itu aku diresepkan obat untuk demam dan batukku yang lumayan mengganggu. Waktu itu seharusnya aku rehat, tapi apa daya kami harus menempuh perjalanan ke Jogja untuk mengambil barang-barangku (karna aku kuliah di sana, dan barang-barang aku titipkan dulu di rumah nenek di Klaten). Jadilah bermodal nekad kami berangkat dengan bus. Tentu keadaanku semakin menjadi, tengah malam menjelang subuh aku batuk sampai muntah beberapa hari ke depannya. Nafsu makan menurun, badan pegal linu semakin menjadi. Tidak terpikirkan sama sekali kalau ternyata itu adalah tanda-tanda aku sudah hamil.
Singkat cerita, bulan januari aku cek jadwal haidku (aku memang track pakai aplikasi), ternyata sudah lewat tanggalnya. Aku tipe orang yang hampir on time kalau masalah haid, telat paling lama 2 hari. Akhirnya aku iseng minta kak suami belikan test pack. Bangun tidur, ku tes dengan urin pertama dan pagi itu benar-benar membuatku "melek". Garisnya dua!! Maa syaa Allah, alhamdulillah. Langsung ku kabarkan ke kak suami, kami saling tatap dengan mata berkaca dan perasaan haru.
Tapiiii, amat sangat disayangkan. Saat itu memang kami belum banyak ilmu mengenai kehamilan. Ketika periksa ke dokter, beliau bilang kalau ibu hamil bukan orang sakit, jadi tidak ada pantangan apapun selama tidak ada keluhan. Hanya disuruh rajin minum vitamin dan asam folat. Berbekal hal itu juga, kami "bandel". Aku ngintilin suami yang waktu itu kuliah S2, yang jaraknya 28km dan mesti pulang-pergi. Aku tetap mau ikut suami dari Depok-Bekasi naik motor.
Mungkin sebenarnya si dedek sudah mengeluh ya di dalam sana, jadi dia mengirimkan sinyal berupa flek darah di bulan keduanya. Kami buru-buru kontrol ke dokter. Lagi-lagi dokter hanya memberi obat penguat dan petuah: "jangan capek-capek dulu, kalau bisa puasa (berhubungan, pent)".
((Baru ku tau bahwa jika terjadi pendarahan, si ibu harus bedrest minimal 3 hari)). Berbekal petuah dokter dan ilmu kami tentang kehamilan yang masih minim, setelah obat penguat habis aku tetap beraktivitas seperti biasa. Tetap ikut suami kuliah, berkutat dengan kemacetan, polusi dan lain-lain.
Pada akhirnya, ketika masuk usia kandungan 12 minggu..
Aku terbangun karna merasa kasur di bawahku basah. Sempat tersirat "masa aku ngompol sih?"
Cepat ku cek, tapi tidak berbau. Langsung buru-buru aku ke kamar mandi.
Qodarullah, mulai keluar darah dari jalan lahir itu...
To be continued...