Senin, 16 Desember 2013

HATI-HATI dengan SEJADAH ANDA !

Bismillahirrohamanirroihim .

Artikel ini juga telah dikutip dari 'efairy-holywar' dan beberapa rangkaian blog lain yang pernah ditutup oleh pihak tertentu karena membongkar rahasia sulit 'The Elite'.Walau bagaimanapun pembongkaran misteri ini akan terus dibuat demi menyelamatkan kesucian dan kehormatan Agama Islam. Mungkin banyak yang telah mengetahui perkara ini.Namun sekiranya anda belum mengetahui,silakan cari tahu!!.Ini sangat penting demi memelihara akidah anda.

Subliminal message atau pesan bawah sadar merupakan signal atau pesan yang terdapat dalam media lain, yang dirancang untuk melewati di atas normal pikiran / presepsi manusia. Pesan itu sebenarnya tidak dapat disadari/ diketahui, namun dalam situasi tertentu dapat mempengaruhi pikiran, perilaku, tindakan, sikap, sistem kepercayaan dan sistemnilai secara positif maupun negatif. Istilah bawah sadar berarti “ beneath a limen “ (ambang indrawi). Subliminal berasal dari bahasa Latin, kata sub yang berarti di bawah, dan limen, yang berarti ambang (This is from the Latin words sub, meaning under, and limen, meaning theshold).
Kini kita akan langsung saja yang berhubungan dengan sajadah.Ya, sajadah yang digunakan oleh anda untuk alas solat. Apa yang menariknya disini? Silakan perhatikan dahulu gambar/gambar dibawah :

Master Carpet Freemason1





Freemason - Mater Karpet

Berdasarkan gambar Master Karpet di atas, saya mengambil tiga cirinya ;

1 Lantai Catur (hitam/putih)/Checkered Floor

2 Bintang dan Bulan

3 2 tiang yang dikenali sebagai Joachim dan Boaz.

Sekarang kita akan perhatikan contoh salah satu sejadah yang telah diambil.Silahkan perhatikan baik.baik

Sejadah dengan 3 ciri freemason :



1. checkered floor
2. bulan dan bintang dan
3. 2 tiang (Joachim & Boaz)

Perhatikan sejadah di atas, ia juga mempunyai 3 ciri yang saya nyatakan yiaitu bintang dan bulan, lantai berpetak (checkered floor) dan 2 tiang. Bagaiamana ?? percaya tidak percaya simbol2 yahudi itu ada disejadah kita .

Uraian beberapa istilah diatas yang berkemungkinan membingungkan anda

1) Freemason

- Freemason dan Illuminati adalah cabang-cabang pertubuhan Dajal Laknatullah.Tiada bezanya di antara dua pertubuhan ini, keduanya menganut agama menyembah Iblis dan Syaitan, mengamalkan sihir dan memuja-muja mistik sesat (antaranya percaya kepada kuasa angka dan bentuk geometri).Namun freemason telah tampil seolah-olah sebuah pertubuhan yang halal dan memperjuangkan kebajikan.Kini ahli mereka berada diseluruh dunia termasuk Malaysia yang rata-ratanya dianggotai oleh golongan elit.

2) Lantai Hitam & Putih/Checkered Floor
- Lantai yang digunakan dalam ritual freemasonry (berpetak hitam-putih)


3) Bulan dan Bintang

- Biasa terdapat dalam logo dan simbol yang digunakan oleh freemasonry,dan turut digunakan didalam ritual penyembahan syaitan.Bulan dan bintang turut digunakan sebagai simbolik keIslaman di kebanyakan negara termasuk Malaysia (walaupun ianya bukan logo Islam)

4) All seeing eye

- Simbolik/propoganda "The Hidden Hand/Dajjal" seperti yang tercetak dibelakang wang dollar U.S.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selain itu, lihat juga di sajadah berikut ini, betapa banyak nya simbol-simbol yahudi di dalam sejadah masjid masjid kita .


Lihatlah, betapa banyaknya simbol-simbol yahudi yang tersimpan dibalik sajadah yang kita gunakan sehari-hari, .
dan, bukan sampai disitu saja!! ,
tanpa kita sadari ada yang lebih berbahaya lagi, yakni adanya simbol seks dibalik sejadah tersebut.
perhatikan baik-baik


Nah sekarang, entah sengaja atau memang tidak tahu, ada gambar yang menampakkan pesan seks pada gambar Sajadah, karpet alas untuk sholat di masjid-masjid. Sajadah sejenis ini sudah tersebar ke masjid-masjid, namun sayang masyarakat/ jama’ah masjid tidak menyadari bahwa karpet/sajadah yang mereka pakai tiap hari bergambar porno.
Mungkin sepintas itu tidak terlihat jelas dan pastinya tidak menyadari bahwa sebenarnya gambar yang kita tahu adalah sebuah pintu ternyata kalau kita perhatikan dengan teliti akan menyerupai (maaf) seperti organ vital laki-laki. Coba perhatikan kembali gambar sajadah atau karpet masjid ! ini seperti sudah di desain sedemikian rapi oleh si pembuat di pabrik pembuat sajadah atau karpet masjid.



Inilah perancangan jahat Yahudi dan Nasrani yang banyak di antara kita tidak mengetahui dan sadar. Mereka akan mnjadikan KITA SESAT DALAM KEADAAN BERIMAN .Walaupun dengan perkara sekecil ini, mereka tetap menjalankan rancangan jahat mereka.
Diharapkan di dalam kehidupan sehari hari , kita semua lebih berhati-hati dan lebih peka setelah membaca artikel ini

" sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Al-Baqarah 109


http://ppnuruliman.com/berita/371-ad...dil-haram.html


“Man tasyabbaha bi qaumin fahua minhum”.Bermaksud: Barangsiapa yang menyerupai sesuatu kaum, maka seseorang itu terdiri dari kalangan mereka iaitu kaum berkenaan).

Dikutip dari http://hxforum.org/ (Forum Diskusi Sejarah dan konspirasi) dan dari berbagai sumber .


Afwan buat temen-temen yang beranggapan yang penting sholatnya bukan sejadahnya memang benar, tapu tujuan dari gambar ini ada di sejadah kita adalah karna tujuan para yahudi ingin men-save dalam otak kita akan simbol mereka.
Secara tidak langsung otak kita akan merekam simbol itu, dan perlahan kita akan terus ingat simbol-simbol itu lalu ajaran yang mereka bawa akan sangat mudah meresap di otak ini karena sebelumnya kita sudah merekam dari simbol-simbol yahudi.

Dari Aisyah ra ia berkata
Rasulullah saw berdiri untuk sholat di kain yang ada ukirannya, tatkala selesai sholat beliau bersabda: Pergilah kalian dengan kain ini kepada Abi Jahm bin Hudzaifah dan datangkanlah kepadaku dengan kain tebal yang tidak ada ukirannya (anbijansyah), Maka sesungguhnya kain yang ada ukirannya itu telah menggagguku dalam sholat.
bukannya begitu lebih baik...?


Dibolehkan shalat dengan memakai alas, baik berupa tikar, sajadah, kain, atau yang lain nya selama alas tersebut tidak akan mengganggu orang yang shalat. Misalnya sajadahnya bergambar dan berwarna-warni, yang tentunya dapat menarik perhatian orang yang shalat. Di saat shalat, mungkin ia akan menoleh ke gambar-gambarnya lalu mengamatinya, terus memperhatikannya hingga ia lupa dari shalatnya, apa yang sedang dibacanya dan berapa rakaat yang telah dikerjakannya. Oleh karena itu tidak sepantasnya memakai sajadah yang padanya ada gambar masjid, karena bisa jadi akan mengganggu orang yang shalat dan membuatnya menoleh ke gambar tersebut sehingga bisa mencacati shalatnya". (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 12/ 362)

------------------------------------------------------------------


saran, kalau ingin beli sajadah, belilah sajadah yang polos atau setidaknya tidak memiliki banyak gambar-gambar .
atau jika sudah terlanjur memiliki sajdah yang bergambar, bisa juga di sajadah itu di alasi dengan kain putih , seperti yang pernah admin liat saat sholat di masjid, "sajdah nya penuh gambar, kemungkinan ta'mir masjid tau kalau sajdah bergambar ini akan mengganggu kekhsusukan dalam beribadah, maka di alasi lah dengan kain putih bersih dibagian ujung-ujung sajadah.

dan satu lagi, pilihlah sajdah yang berukuran kecil. jangan yang lebar,. kenapa ? karena sajadah yang lebar itu orang2 yang menggunakan nya bisa tidak merapatkan shaf2 nya, karena memiliki sajdah yang lebar, yang hanya untuk dia sendiri, al hasil shaff pun tidak rapat .

------------------------------------------------------------------

semoga Allah selalu melindungi kita, dimanapun kita berada.
wallahualam

from http://alvaroachmad.blogspot.com/2013/07/hati-hati-dengan-sejadah-anda.html

Kamis, 07 November 2013

Aku nyerah, yaa..

hei, selamat malam.
maaf ya aku mengganggu tidurmu.
aku tahu kau pasti lelah sekali kan dengan kegiatanmu hari ini? maaf karna aku belum bisa menjadi dewasa sepenuhnya meghadapimu walaupun kita sudah sama-sama dalam waktu yang lama.
aku memang egois. aku ingin kamu mendengarkan setiap keluh kesahku, detil kecil yang terjadi padaku setiap hari tanpa memikirkan kesibukanmu yang membuatmu teramat lelah.
pasti kamu capek kan menghadapi aku yang banyak maunya ini?
aku malu mengatakannya, aku kesepian di sini. menghabiskan waktu tanpa terselip kamu itu teramat membosankan. aku tak mau terlalu banyak mengharapkan kehadiranmu di sini, sayang. pesan singkatmu saja sudah cukup bagiku untuk mewakilimu mengisi kekosongan hariku. kamu tahu itu? aku rasa tidak.
kamu sering absen dan aku tak tahu apa-apa tentangmu di sana.
aku tak pernah tahu kejujuran di dalam pesan singkatmu. tapi aku mencoba yakin dan percaya.
walaupun kadang aku merasa aku terlalu naif, karna akhirnya aku menjumpai kebohongan yang kamu tutupi kemudian.
lalu, kenapa aku masih terus mencoba percaya?
pertanyaan yang belum bisa aku temukan.
kita dipertemukan, lalu kemudian jarak dengan teramat bijak memisahkan.
awalnya aku keberatan. aku berusaha menolak. tapi semakin aku memungkiri kenyataan itu semakin membuatku sakit. karna semakin aku berusaha, semakin nyata pula bahwa; kamu sudah tidak di sini.
akhirnya aku mencoba mengalah pada jarak. mencoba menerima kenyataa bahwa ada sesuatu yang membuatku tak bisa langsung menyentuhmu.
awalnya aku pikir aku kuat. tapi ternyata aku tak sekuat itu.
karna dia muncul. ya, masalah yang lain; waktu.
zona waktuku dan waktumu seolah sengaja dipisahkan. kegiatanmu di pagi hari, sedangkan kegiatanku di sore hari. dan waktu yang dulunya bisa kita habiskan sesukanya kini tak bisa lagi.
kita hanya punya waktu di malam hari, tapi kamu terlalu sibuk hingga waktu yang harusnya kau bersamaku terpotong. waktu kita jadi semakin menipis.
aku ingin sekali kita saling berbagi telinga untuk potongan-potongan kejadian kita hari ini, supaya kita bisa membuktikan pada jarak dan waktu; bahwa kita menang atas mereka.
tapi ternyata kita kalah telak.
telingamu sudah lebih dulu dipenuhi oleh suara-suara orang yang lebih banyak punya waktu bersama denganmu. yang bercerita langsung tanpa ada perantara, sehingga potongan-potongan milikku hanya tinggal potongan tak berarti.
seringkali saat aku benar-benar ingin seseorang untuk mendengarkan, kamu tak bisa fokus padaku.
"Eh, ngomong apa tadi?"
"Tadi ngomongin apa sih? Lupa"
"Maaf ya tadi lagi bales sms temen"
dan semakin lama aku merasa tidak dihargai. aku di sini bercerita dengan kesungguhan. tak bisakah kau lihat kekecewaan di dalam resah suaraku saat kalimat-kalimat itu terlontar?
aku merasa aku bukan lagi apa yang kamu perjuangkan. aku bukan lagi apa yang akan kamu cari-cari saat aku menghilang. aku bukan lagi apa yang berpengaruh untukmu. ya, aku bukan lagi yang dulu.
perhatian-perhatian kecilmu perlahan mulai memudar. kalimat-kalimat manis berbungkus keromantisan khasmu juga mulai pergi entah kemana.
aku mencoba, sayang. aku mencoba. aku mencoba mengerti kamu. aku mencoba mengerti perubahanmu. tapi tak bisakah kamu juga mencoba mengertiku sedikit?
aku tahu aku tak berhak memalak semua waktumu, tapi setidaknya sisihkanlah waktumu hanya untukku tanpa ada gangguan yang lain. mereka bisa kapan saja menemuimu, sedangkan aku? bisakah kau mengerti sakitnya menahan rindu ini?
semakin lama mungkin aku semakin egois. karna itu aku menyerah. ya, mungkin aku memang seorang pecundang. pecundang yang rela terus disakiti rindunya. pecundang yang bodoh terus diingakri kepercayaannya. aku memang benar-benar pecundang.
aku nyerah, yaa..
aku tak kuat untuk menahanmu terus di sisiku karna aku tahu itu juga akan menyakitimu.
aku tak tega membiarkamu menerima ocehan-ocehan childish ku sepanjang waktu karna keabsenanmu.
semoga ini yang terbaik untukku, untukmu dan untuk kita.
aku tahu, di luar sana seseorang sedang memperhatikanmu.
dan untuk jarak & waktu; selamat. kalianlah pemenangnya.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Untukmu, yang selalu tau cara terbaik menyakitiku




Untukmu, yang selalu tau cara terbaik menyakitiku.
yang selalu tau cara memaksaku tersenyum di balik isakanku.

Aku masih belum mengerti. Aku juga masih belum paham sepenuhnya. Apa yang sebenarnya terjadi. Dan mengapa semuanya terjadi. Begitu sulit aku mencari jawaban untuk itu. Terjadi begitu saja tanpa bisa kuredam. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Semuanya begitu tak masuk akal. Kenapa? Kenapa? Kenapa dan terus kenapa? Kenapa kamu begitu tega melakukannya? Kenapa harus aku? Kenapa tak cukup hanya aku saja? Kenapa kamu membawakanku rasa sakit yang tak terkira? Kenapa bukan mereka saja yang kamu sakiti? Kenapa harus aku yang merasakannya? Kenapa harus kamu orang yang kusayangi dengan begitu tulusnya? Kenapa harus kamu yang bisa mengalihkan semua perhatianku? Kenapa harus kamu yang terus dan terus bisa ada dalam pikiranku? Kenapa cuma kamu yang tak bisa kuusir pergi dari lamunanku walau aku amat sangat menginginkannya? Kenapa harus kamu yang dengan kerasnya aku berusaha menjaga perasaan? Kenapa harus kamu yang selalu bisa menang atas hati ini? Kenapa harus kamu salah satu yang masuk ke daftar wajib di dalam lantunan doa-doaku? Kenapa harus kamu orangnya? Kenapa?
Aku berusaha sekuat tenaga untuk terlihat tegar dan kuat, bukan untuk ku tunjukkan padamu bahwa aku bisa. Kulakunan untuk diriku sendiri,  untuk membiasakan diriku dengan keadaan. Kamu tak akan pernah mengerti apa yang kurasakan. Apa akibat dari tindakanmu itu. Pernahkan kamu memikirkan tentangku? Sejumputpun mungkin kamu tak sudi. Karna aku bukanlah prioritasmu. Aku hanya pilihan. Wanita bodoh yang tetap ingin bertahan walau berkali-kali dikoyak hatinya. Walau berkali-kali disakiti perasaannya. Walau berkali-kali janji manis hanya sekedar kata balaka.
Kita. Aku, dan kamu. Aku sempat berpikir betapa bahagianya kamu memilihku. Karna awalnya kamu memang berbeda dari yang pernah kutemui sebelumnya. Terlihat seperti batu karang, namun hangat menyeliputi di dalam. Kamu selalu bisa membuatku luluh. Entah mantra apa yang kamu gunakan. Hari, bulan dan tahun datang silih berganti. Dua tahun menjalani hubungan denganmu, ku pikir aku sudah amat dalam mengenalmu. Tapi ternyata tidak. Kamu berubah sejak kita terpisah oleh angka-angka yang disebut jarak. Ya, jarak antara kamu dan aku. Antara pulau Jawa dan Sumatra. Kamu tahu, menjadi aku itu sangat tidak mudah. Apalagi dengan kelakuanmu yang semakin hari semakin aneh ku rasa. Ingat ulang tahunku yang masuk ke tujuh belas tahun? Aku masih ingat dengan jelas, betapa menyakitkan kenangan yang kamu berikan di hari itu. Betapa bodohnya, ketika kamu bisa melupakan bahkan yang terpenting untukku tapi aku justru terus teringat apa yang bisa membuatmu bahagia. Itu baru perjalanan di awal. Setelah itu, aku benar-benar tidak bisa mengenali lagi dirimu yang dulu. Betapa cepat seseorang merubah dirinya, ya? Yang paling ku benci bukan perubahanmu sebenarnya. Tapi karna aku yang tidak bisa mengikutimu berubah. Aku tetap menjadi diriku yang bodoh. Tetap ingin bersamamu. Aku ingin sekali menghapusnya, tapi semakin ingin ku hapus, semakin kuat pula perasaan ini. Akhirnya aku memutuskan untuk bertahan. Tapi semakin lama perubahanmu semakin tak terkendali. Semakin lama ku rasa semakin menyakitkan. Semakin lama yang kamu beri cuma kebohongan-kebohongan. Aku bertanya-tanya mengapa tak pernah kamu sebut-sebut aku di Blackberry massangermu. Kamu bilang karna kontakmu penuh dengan teman kerja dan kamu merasa tak enak. Oke, aku terima. Tapi kenyataan yang aku dapatkan? Ternyata selama ini aku tidak dianggap. Aku baru tau itu di kemudian hari. Aku membacanya. Ya, arsip percakapanmu dengan pacar salah satu teman kerjamu. Bukan itu yang membuatku sakit. Tapi selama percakapan yang kamu bahas melulu tentang wanita lain.
Kamu mencurahkan apa yang kamu rasa. Tentang betapa hebatnya wanita itu di matamu. Tentang bagaimana jantungmu saat mulai berbicara dengan wanita itu. Tentang bagaimana kamu merencanakan double date dengannya dan mereka. Ingin rasanya aku menjadi buta saat itu, ketika kata demi kata yang ku baca seakan menusuk mata. Tak kamu sebut aku di dalamnya. Padahal kita masih berstatus resmi saat itu. Pantas saja BBMku begitu lama kamu balas, karna kamu terlalu asyik membicarakan wanita itu dengannya. Pantas saja kamu sering marah tak jelas saat ku tanya mengapa sedikit sekali waktu yang bisa kamu sisihkan untukku, ternyata konsentrasimu sudah teralih untuk memikirkan wanita itu. Kamu tahu, aku benar-benar sakit. Dan mulailah, kehidupanmu dipenuhi dengan wanita-wanita lain di belakangku. Saat kita harus berpisah karna jarak, aku tak pernah berpikir tentang kekhawatiran bahwa kamu akan menduakanku di sana. Karna kamu yang aku kenal bukanlah tipe lelaki murahan seperti itu. Aku masih ingat betul saat kamu katakan bahwa wanita lain yang bisa dekat denganmu adalah dia yang menurutmu istimewa. Dan itu terbukti saat angka-angka itu belum muncul di tengah-tengah kita. Tetapi sekarang, kamu justru menelan ludahmu sendiri. Saat aku memberikan kepercayaanku padamu sepenuhnya, kamu hanya menganggapnya bahan candaan. Kamu permainkan kelemahanku, yang selalu luluh ketika kamu ucapkan maaf saat aku tau yang sebenarnya. Kamu bilang awalnya kamu sangat menyesal dan tidak mau mengulanginya lagi. Entahlah, aku sudah benar-benar dibodohi oleh perasaan sayang. Aku memaafkanmu. Lagi, lagi dan lagi. Apa menurutmu “maaf” hanyalah sebuah ungkapan tanpa diikuti langkah nyata untuk berubah? Sepertinya begitu. “Maaf” untukmu hanyalah kata kosong yang kamu gunakan untuk menghindari pertengkaran. Juga menghindari aku untuk tau lebih dalam seberapa besar kebohonganmu.
Selama ini ku pikir status di media sosialmu adalah melulu tentang aku. Betapa bahagianya. Ternyata kusadari, bahwa status-statusmu itu tak satupun yang kamu tulis untukku. Bahagia di atas kebodohan? Iya. Aku jadi makin merasa menjadi wanita tertolol sekarang. Berkali-kali kamu bodohi, berkali-kali kamu sakiti, berkali-kali kekecewaan kamu beri, tapi mengapa aku masih bisa bertahan? Hal yang ku benci adalah ketika aku merasakan bahwa kamu berbohong, dan aku mulai membuat persepsiku sendiri. Tapi sialnya, semua yang ku pikirkan itu benar adanaya. Benar terjadi. Di saat aku lelah bertahan tapi tak tau bagaimana cara melepaskan. Ya, aku terlalu takut. Aku sudah terbiasa denganmu. Terbiasa walaupun tanpa menatap mata. Terbiasa dengan pesan singkatmu yang memenuhi  inboxku. Dan aku terlalu pengecut untuk kehilangan itu. Lalu aku mencoba mendalami sebenarnya apa inginmu. Aku belajar memahami perubahanmu. Tapi aku gagal. Aku gagal memahamimu. Aku tak pernah bisa menyelami apa yang sebenarnya kamu mau, kamu inginkan. Puncaknya, saat kita sedang terhubung via telepon. Awalnya tak ada masalah. Semua berjalan seperti biasa. Kita masih saling mengejek dan tertawa kemudian. Lalu entah apa yang sedang terbersit di dalam kepalamu, kamu memulai percakapan itu. Saat kamu menceritakan kamu berpacaran dengan seorang wanita yang berbeda keyakinan dengan kita. Dheg. Jantungku seperti berhenti memompa saat kalimat itu meluncur masuk ke telinga dan mulai diproses oleh otakku. Tapi aku berpura-pura tertarik dan menyimaknya. Kamu ceritakan bahwa selama dua belas hari kamu bersama wanita itu. Kamu bilang kamu hanya penasaran dengan bagaimana rasanya berpacaran dengan wanita yang tak seagama. Kalimat-kalimat menyakitkan mengalir terus menerus. Aku hanya bisa menggigit bibirku kuat-kuat. Memohon kepada air mata untuk tidak membanjiri pipi. Memohon kepadamu supaya kamu mengerti bahwa itu sangat menyakitkan untukku. Rasanya aku ingin menjadi tuli saja! Kamu beralasan ingin terbuka denganku, tapi beginikah caramu untuk terbuka, sayang? Saat kamu salah memanggil di dalam pesan singkatmu, aku tahu ada yang tidak beres. Tetapi buktinya saat itu kamu mengelak, bukan? Aku jadi mengerti sekarang, mengapa saat itu, saat aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu karna hanya kamu yang mengerti kondisinya, kamu mengabaikanku. Ya, aku mengerti. Ternyata karna wanita itu. Alasan-alasanmu sibuk sampai tak sempat membalas pesan singkatku itu karna kamu sedang bersamanya kan? Saat aku merengek supaya kamu menelponku, kamu bilang kamu tidak bisa. Tak ada kejelasan alasan. Sekarang aku mengerti, karna malam minggu saat itu kamu habiskan bersama dia. Kamu bercerita dengan begitu antusias saat kamu menjemput dan mengantarnya bekerja. Saat dia selalu mencuri kesempatan untuk menggenggam tanganmu. Saat kamu bercerita kamu bertandang ke rumahnya. Saat kamu katakan bahwa dia menyayangimu juga. Bahkan saat kamu memutuskan untuk memutuskannya. Tapi dia sudah terlanjur masuk kedalam sihirmu. Dia memohon sambil memegangi tanganmu. Merengek sambil menyandarkan kepalanya di bahumu. Aku benar-benar ingin menjadi TULI! Aku sudah tidak tahan mendengarnya. Saat terbayang aku juga pernah menggenggam tangan itu. Aku juga pernah menyandarkan kepalaku di bahu itu. Aku juga pernah merasakan romantisme berkendara berdua bersamamu. Aku benar-benar tak dapat merasakan hatiku. Sesak, perih, sakit. Tak ada satupun kata yang pas untuk mendeskripsikannya. Kenapa? Kenapa saat aku membutuhkan genggamanmu untuk menguatkanku di sini, kamu malah memberikan itu untuknya? Kenapa saat aku butuh sandaran karna lelah dengan semua, kamu jusrtu membiarkan dia seenak jidat yang mendapatkannya? Kenapa? Kenapa kamu MEMBAGINYA? Kenapa kamu harus membagi kebahagianku itu? Kenapa kamu harus membagi apa yang aku miliki satu-satunya saat ini? Saat aku bisa bertahan karena mengingat kenangan manis bersamamu. Kenapa? Apa sebenarnya tujuanmu? Tak puaskah kamu sudah berkali-kali melakukan ini kepadaku? Tak puaskah kamu? Aku tak ingin membaginya dengan siapapun. Harusnya kamu menyadari itu. Kita masih terikat dalam suatu hubungan. Sebenarnya apa aku ini di matamu? Sebagai apa aku ini untukmu? Jika tak dapat kamu temukan apa yang kamu cari dariku, jujurlah. Jika tak dapat kamu temukan apa yang kamu inginkan dariku, bicaralah. Setidaknya kita bisa mengakhiri hubungan ini dengan cara baik-baik.
Kamu pernah bilang “Udahlah dek, tenang aja. Bakal abang jaga hati adek tu!”, ingatkah? Ini yang kamu maksud dengan menjaga hatiku, abang? Dengan membagi hatimu dengan wanita-wanita lain di sana. Dengan memberikan perhatian lebih pada wanita-wanita itu sementara aku di sini diacuhkan? Sebenarnya apa maksudmu? Sebenarnya apa yang kamu inginkan dengan menyakitiku begitu dalam? Sebenarnya apa yang coba untuk kamu buktikan? Apa? APA?! Tak bisakah sebelum kamu mengambil keputusan untuk mendua, kamu mengingat apa yang sudah kita lakukan bersama? Tak bisakah? Tak bisakah kamu mengingat apa yang sudah kita perjuangkan? Apa yang sudah kita lewati bersama? Mengingat hari-hari penuh tawa dan bahagia? Tak bisakah kamu mengingat aku? Tak bisakah kamu mengalahkan keegoisanmu itu? Dan aku lelah. Aku lelah berjuang sendirian. Aku lelah bertahan tanpa dipertahankan. Aku lelah menjadi seperti ini. Menjadi kekasih bayanganmu. Karena menjadi kekasihmu belum berarti menempatkanku sebagai prioritasmu. Karena menjadi kekasihmu itu tak serta merta berarti akulah orang yang paling sering berkirim pesan denganmu atau menjadi orang pertama yang kamu kirimi ucapan selamat pagimu. Aku tak bisa lagi menemukan alasan untuk tetap bertahan. Dan kamu juga tak bisa memberikanku alasan untuk bertahan. Kamu bilang kamu tak akan meninggalkanku. Ya, memang benar kamu tidak meningalkanku. Tapi kamu menduakan. Itu jauh lebih menyakitkan. Jika harus memilih, aku lebih ikhlas  kamu tinggalkan daripada harus kamu duakan. Aku lebih ikhlas menerima kenyataan kita berpisah karena ketidak-cocokan, ketimbang berakhir dengan munculnya orang ketiga di dalam hubungan ini. Aku menyerah. Bukan karena keadaan. Bukan karena jarak. Tapi aku menyerah karenamu. Ya, karena kamu. Begitu tak berartinya aku di matamu, sehingga kamu tega melakukannya. Begitu tak barharganya diriku di dalam hidupmu, sehingga kamu memutuskan untuk mendua.




Dariku, wanita bodoh yang tetap bisa menyimpan rasa sayangnya di salah satu bilik hati.
Yang terus berharap, bahwa semua sakit ini hanyalah mimpi.
Yang tak akan pernah bisa mengerti, mengapa semuanya terjadi.

Rabu, 28 Agustus 2013

untukmu, 22 :')

Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.
Kaubilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi, siapa yang tahu perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.
Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu rasakan? Aku berada di lorong-lorong gelap dan menunggu rengkuhan jemarimu mempertemukan aku pada cahaya terang. Namun, bahkan tanganmu saja enggan menyentuh setiap celah dalam jemariku, dan penyelamatan yang kurindukan hanyalah omong kosong yang memekakkan telinga. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam barisan hariku.
Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.
Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu, dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah jika aku benci perpisahan?
Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Biasanya, malam-malam begini ada suaramu, mengantarku sampai gerbang mimpi dan membiarkanku sendiri melewati setiap rahasia hati. Kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti? Aku tak tahu dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?
Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalammu... yang pergi, dan entah kapan kembali.

Seratus Empat Puluh Empat Jam yang Lalu


          Rasanya selalu sama. Ada sesuatu yang menggelitik perutku saat ingin bertemu denganmu, sesuatu yang membuat pipiku terasa panas dan membuat tanganku menjadi dingin dan berkeringat. Padahal ini bukan kali pertama, kedua atau ketiga kalinya kita bertemu. Selasa lalu kamu menyusulku, di sini. Di tempat Nyai Roro Jonggrang dengan anggun berdiam. Aku tahu ini tidak mudah untukmu, karna harus mengorbankan beberapa kesibukanmu. Kamu tahu, hatiku tak berhenti meletup-letup saat itu. Setelah delapan bulan aku hanya bisa melihat wajahmu di dunia maya. Akhirnya kurasakan lagi betapa sejuk tatapan lembutmu langsung, tanpa memalui perantara.
          Kamu menungguku di gerbang masuk candi itu, duduk manis dengan gaya kalemmu. Aku selalu menyukai itu. Akhirnya mata kita bertemu! Ah, kurasa jantungku sudah berlari entah kemana saat itu. Lalu seperti yang biasa kita lakukan, kamu mengulurkan tangan dan ku sambut lembut. Kamu menarikku untuk duduk di sampingmu. Saat itu aku khawatir, apakah jantungku baik-baik saja?
          Kita saling mengamati, meneliti satu sama lain. Dan kemudian tawa canda kerinduan mulai mengalir. Begitulah seterusnya. Bayolan-bayolanmu itu, oh sayang, aku berharap bisa setiap saat mendengarnya. Kamu memintaku mengantarmu ke lima penjuru kota ini. Walaupun kenyataannya hanya beberapa tempat saja yang bisa kita singgahi. Prambanan, Malioboro, dan Pantai Parangtritis adalah target yang bisa tercapai. Dengan TransJogja sebagai pemandunya. Aku sempat berpikr, bisakah jika aku meminta waktu berhenti berputar? Supaya aku bisa menguncimu tetap di sini.
          Tiga hari berlalu begitu cepat. Tepat di hari jadi yang sudah empat puluh empat bulan itu, kamu kembali ke kotamu. Rasanya begitu berat dan sesak. Tak adil delapan bulan dibayar hanya dengan tujuh puluh dua jam saja. Aku tahu aku egois, tapi saat itu aku benar-benar berharap setidaknya bisa memperlambat lajunya waktu. Maaf aku tidak bisa mengantarmu sampai stasiun tempat kuda uap itu akan membawamu kembali. Jika bisapun aku harus berpikir tiga sampai empat kali karna tak akan sanggup melihatmu pergi.
          Aku bertahan karna kamu bilang hanya ada aku. Dan aku tetep keukeuh mempercayai itu.  Tapi itu hanya bertahan seratus empat puluh empat jam saja. Saat kamu sudah kembali disibukkan dengan berbagai kegiatanmu. Aku tahu ini memalukan, tapi aku benar-benar kesepian. Aku hanya berharap kamu bisa meluangkan sedikit waktumu untukku. Memberi tahuku apa yang kamu lakukan di sana. Aku bukan tidak menerimamu dengan keadaan itu, tapi aku ingin kamu juga bisa menyelipkan aku di dalamnya. Itu saja. Agar aku tidak berpikir macam-macam saat berjam-jam tak ada pesan darimu. Tak ada penjelasan apapun.
          Tapi ternyata empat puluh empat bulan ini harus kandas hanya dalam waktu seratus empat puluh empat jam setelah pertemuan itu.
          Maafkan aku, aku tahu aku egois. Tapi aku sama sekali tidak mengharapkan kata itu terlontar darimu.


          Untukmu, yang masih tetap bisa membuatku menagis dalam diam.